Para Pembaca terkasih,
Ada
sekitar 3 tahun jarak antara saat saya bertanya: “Adakah aku Engkau
panggil, Tuhan?” dengan kenyataan saya berangkat ke Sukabumi untuk
merintis jalan menjadi biarawati. Dalam kurun waktu 3 tahun itu saya mencoba
menguji diri apakah saya berani menjawab panggilan Tuhan itu. Salah satu
pengalaman saya tulis dalam cerita singkat ini. Cerita ini juga sudah pernah
dimuat di buletin Gereja Santo Yoseph Sukabumi edisi Natal tahun 2003.
Salam dan doa saya
Sr. Antonia SFS
Persembahanku
Sering
dikatakan bahwa hidup membiara itu adalah panggilan. Meskipun sebenarnya hidup
berkeluarga juga adalah panggilan. Saya sendiri juga kurang pasti kapan saya
mulai dipanggil. Waktu SMP saya suka melihat Suster-Suster yang berjalan pulang
atau pergi ke gereja. Saya lihat jubah Suster warnanya putih, panjangnya sampai
ke mata kaki. Kerudungnya pakai penutup dahi, jadi tidak kelihatan rambutnya.
Jarum pentul yang dipakai untuk mengatur lipatan kerudung letaknya sama antara
Suster yang satu dengan yang lain.
Saat
SMA sebagai gadis muda saya juga sangat memperhatikan penampilan meski serba
sederhana. Waktu itu pergi ke sekolah tidak mengenakan pakaian seragam. Saya
punya beberapa helai rok dan blus. Saya pakai secara padu-padan sehingga
nampaknya saya beda penampilan padahal bajunya ya hanya itu-itu saja. Saya
pelihara kuku cukup panjang supaya jari nampak lentik. Saya rajin mencuci
rambut, meminyaki kaki supaya tidak bersisik. Sepatu saya semir dengan daun
pepaya. Sepeda untuk berangkat ke sekolah selalu saya lap bersih. Dengan itu
saya merasa penampilan saya cukup oke.
Panggilan
menjadi Suster mungkin saat saya mendengar kotbah Romo di gereja. Untuk
menjadi Suster harus berani meninggalkan segalanya, katanya. Maka saya
mulai memotong kuku saya yang panjang. Memotong rambut saya yang panjang yang
sebenarnya sangat saya sukai. Berhenti surat-suratan dengan pemuda idola. Lalu
saya pergi ke Pastoran.
“Romo
saya mau jadi Suster.”
“Oh
baik, saya pinjami buku-buku supaya kamu mulai mengenal hidup membiara.”
Seminggu kemudian saya datang ke Pastoran lagi dan saya katakan.
“Romo,
saya tidak jadi masuk Suster.” Romo bilang: “Tidak apa-apa.”
Tapi
nyatanya sekarang ini sudah 30 tahun (tahun 2003, jadi tahun 2013 ini sudah
40 tahun) saya hidup membiara. Mungkin Yesus dulu sangat berkenan dengan persembahan
saya yang berupa kuku dan rambut, karena itu adalah satu-satunya milik saya.
Seperti Yesus berkenan dengan persembahan seorang janda miskin yang hanya mampu
memasukkan dua peser ke dalam peti persembahan.
Sr. Antonia SFS